Bermain tari bantengan bagi mereka bisa dikatakan suatu proses pendidikan informal. Kegiatan itu juga mruepakan proses belajar, menghidupkan kecerdasan emosi – melatih koordinasi gerak tubuh, membangun imajinasi, belajar bekerjasama antar-individu dan mmebaca ruang. Kehidupan otak kanan anak-anak kurang diapresiasi dalam pendidikan formal.
Ketika, saya, Danial Ahmad, Dani Iswardana Wibowo dan Abdul Malik mengunjungi peringatan seribu harinya almarhum Soetrisno, maestro pembuat topeng Malang pada 29 September 2011 lalu , di Dukuh Glagahdowo, Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, sekitar jam 5 sore, ada sesuatu yang menarik melihat anak-anak bermain menirukan tari bantengan. Saya menyaksikan, tanpa ada orang dewasa yang melatih, anak-anak secara spontan berkumpul dan mengatur sendiri bermain tari bantengan tiap hari di sore hari.