Ours is a government of checks and balances. The Mafia and crooked businessmen make out checks, and the politicians and other compromised officials improve their bank balances.
Steve Allen
(Kita adalah pemerintah yang melakukan pemeriksaan dan keseimbangan. Mafia dan pengusaha kriminal membuat cek, dan para politisi dan pejabat lain berkompromi meningkatkan saldo bank mereka.)
Steve Allen
Ah, andaikan bayi-bayi yang akan lahir di Indonesia, tahu dan mengerti, lalu berkata,” Oh negeriku kok jadi negeri mafia ya?” Pasti bayi-bayi itu akan membatalkan kelahirannya. Karena negeri yang dicintainya nyaris sudah tak punya masa depan lagi.
Dua tahun terakhir ini negeri kita tercinta dibombardir kata ’mafia’ di pemberitaan media tv dan media cetak. Telinga masyarakat Indonesia sudah tidak asing dan begitu akrab dengan kata ’mafia’. Begitu juga dengan para elite pejabat publik negeri ini, sangat mesra dan akrab dengan kata ’mafia’. Namun banyak orang yang tak sadar, siapa yang melahirkan kata ’mafia’ akhir-akhir ini dan apa akibatnya di masa depan bagi anak-anak penerus bangsa Indonesia tercinta.
Lewat pemberitaan media yang begitu aktif lahirlah istilah:
Mafia Hukum,
Mafia Perbankan,
Mafia Pemilu,
dan mafia-mafia lainnya yang sesuai dengan bidangnya masing-masing yang akan menyusul. Mungkinkah lahir Mafia Heritage? Sudah berapa museum yang sudah kehilangan koleksi benda-benda bersejarah? Seperti yang pernah terjadi di Museum Radya Pustaka Solo, Museum Sono Budoyo Jogjakarta (itu yang ketahuan). Tentu mungkin ada yang belum ketahuan untuk museum-museum di daerah-daerah Indonesia lainnya yang kehilangan benda-henda koleksinya.
Kalau memahami definisi mafia dari wikipedia cukup mengerikan;
’Mafia adalah kelompok kejahatan rahasia yang bekerja di banyak bagian dunia yang didirikan di Italia lebih dari 200 tahun yang lalu. Mafia membuat uang dari kejahatan. Mereka membuat miliaran dolar per tahun dari kejahatan tersebut sebagai membuat dan menjual obat-obatan terlarang, pencucian uang , dari mencuri, perjudian dan prostitusi.’
Kisah nyata kehidupan mafia itu juga menarik dan inspiratif bagi para filmmaker Hollywood, hingga melahirkan film-film tentang mafia berkelas, seperti:
The Godfather (1972), Goodfellas (1990), The Godfather Part II (1974),
Donnie Brasco (1997), Scarface (1983), The Departed (2006),
Casino (1995).
‘Dalam buku ini, salah seorang tokoh terkemuka dari konglomerat yang pertama dan yang diorganisir paling rapi di dunia, mengungkapkan teknik-teknik manajemen yang bisa dimanfaatkan oleh semua orang. Tajam, mengasyikkan, mencengangkan, dan penuh manfaat. Inilah bacaan wajib bagi siapa pun yang berniat menjadi Machiavelli dunia usaha. Manajer Mafia menghindari pembahasan teoretis. Ia menyajikan pragmatisme dan falsafah kepemimpinan yang membangun dan mengomandoi "Kekaisaran Bisu" selama ratusan tahun yang diwarnai dengan ekspansi dan keberhasilan gemilang.’
Akeh wong nyambut gawe apik-apik pada krasa isin.
Banyak orang malu melakukan pekerjaan baik-baik
(Joyoboyo)
Banyak orang malu melakukan pekerjaan baik-baik
(Joyoboyo)
Kata ‘mafia’ dan anak-anak
Apakah akan menyusul diterbikannya buku-buku berjudul Mafia Pemilu, Mafia, Perbankan, Mafia Hukum dan sebagainya menyikapi realitas kehidupan berbangsa negeri ini yang makin tak pasti? Apakah juga akan ada keberanian filmmaker Indonesia membuat film-film mafia ala Indonesia? Mungkin suatu saat akan tercipta karya-karya tentang mafia ala Indonesia, Al Capone ala Indonesia.
Sepak terjang mafia begitu inspiratif bagi para elite pejabat publik dan pejabat-pejabar daerah, bahkan di segala sektor kehidupan di negeri tercinta ini.
Yang sangat sulit adalah jika ada seorang anak bertanya kepada guru dan orang tuanya tentang mafia dan mengapa mafia ada di Indonesia. Tentu, para guru dan orang tua se- Indonesia akan sulit menjawabnya. Saya tak bisa membayangkan, apa yang ada di benak imajinasi anak-anak tentang mafia. Mungkin seperti bermain game saja dalam dunia bermain mereka. Mafia itu adegan tembakan-tembakan antar gangster.
Padahal sesungguhnya kata ’mafia’ bukan hanya sekedar kata benda, melainkan kata kerja yang bisa menggerakkan dan merubah kehidupan ekonomi, sosial dan kultural secara kriminal. Dalam kehidupan nyata bisa membangun arsitektur kehidupan individual dan kelompok berlabel ’mafia’. Dengan keberadaan kata ’mafia’ akan dan telah mereduksi karakter keteladan, yang sangat berbahaya dampaknya bagi mindset anak-anak Indonesia di tengah-tengah kebebasan arus informasi dalam mengidentikasi tokoh nasional yang dikaguminya di masa kini..
Bukankan kini realitas kehidupan di negeri ini begitu sulit mencari keteladanan seperti dialog imajiner antara guru dan siswa kelas 6 sekolah dasar:
Guru : Anak-anak, siapa pahlawan revolusi Indonesia?
Siswa: Sudah ada di buku sejarah,
Guru : Siapa pahlawan kemerdekaan Indonesia
Siswa: Sudah ada di buku sejarah ,bu.
Guru : Siapa pahlawan reformasi
Siswa : Belum ada di buku, bu. Sulit jawabnya.
Guru : Kalau sulit siapa tokoh pemimpin yang kalian kagumi sekarang?
Siswa: Gak ada, bu. Di tivi, banyak walikota dan bupati yang jadi koruptor.
Guru : .......mmmmm (garuk-garuk kepala)
Para pejabat pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara tidak langsung maupung langsung telah punya hutang sejarah kepada anak-anak penerus bangsa tercinta ini, yaitu melahirkan keteladanan di jiwa anak-anak.
’Mafia’ bukan sekedar kata benda, melainkan bisa menjadi virus yang bisa menular kepada siapa saja dari anak-anak, remaja sampai orang dewasa. Output-nya, memberhalakan uang. Dan tak ada yang menjual obatnya di apotik-apotik atau pengobatan-pengobatan alternatif maupun pijat tradisional sekalipun. (apw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar