Margaret Chan |
Negara Anda adalah, seperti saya katakan, peti harta karun. Itu akan sangat sayang jika permata individu semuanya terbuang untuk sesuatu yang hambar (tak punya karakter) seperti budaya pop Barat. (Margaret Chan).
Margaret Chan, PhD adalah seorang dosen pengajar Practice Assistant Professor of Theatre Performance Studies, School of Sciences, Singapore Management University, seorang akris teater dan televisi, peneliti dan juga pernah menjadi jurnalis. Ia aktif meneliti tentang teater ritual di Indonesia. Berikut petikan wawancara saya, Agung Priyo Wibowo dengan Margaret Chan.
Agung PW: Mengapa Anda tertarik dalam ritual teater? Apa definisi ritual theatre
dalam perspektif Anda?
Margaret Chan: Saya telah menjadi praktisi teater selama 50 tahun. Jadi mungkin, seperti seorang antropolog yang saya alami cenderung untuk penelitian pertunjukan/teater di lapangan. Saya sangat tertarik dalam ritual teater. Istilah ritual adalah subyek banyak wacana ilmiah, tetapi mungkin definisi sederhana yang berkaitan dengan penelitian saya pribadi mungkin pertunjukan yang memiliki makna dan tujuan (sering disebut suci atau rohani) di luar hiburan.
Agung PW: Apakah Indonesia memiliki teater ritual? Keberatankah anda memberikan beberapa contoh?
Margaret Chan: Teater Asia semua memiliki akar ritual. Teater Indonesia seperti wayang kulit, wayang topeng: sang dalang berdoa sebelum ia mulai acaranya. Kadang-kadang, sang dalang itu adalah Semar. Dalam wayang topeng, ada keyakinan bahwa ada spirit dalam topeng menggerakkan aktor. Diyakini juga bahwa ada Roh di alat musik, dan tentu saja ada trance tarian seperti kuda lumping.
Agung PW: Berapa kali Anda melaklukan penelitian teater ritual di Indonesia? Apa yang Anda peroleh dalam penelitian itu? Dan apa output-nya?
Margaret Chan: Saya telah meneliti Parade Capgomeh (hari kelima belas Imlek) di Kalimantan Barat Singkawang, Nini Towok di Yogyakarta, Jailangkung, dan saya sekarang sedang meneliti pertuntukan trance dari kelompok aliran kepercayaan yang memuja Semar.
Agung PW: Singapura adalah kebudayaan hybrid. Bagaimana Anda mendefinisikan kebudayaan Singapura?
Margaret Chan: Mungkin hybrid bukan pilihan kata sifat yang terbaik, mungkin multikultural pilihan yang lebih baik. Metafora salad mungkin diterapkan. Budaya yang berbeda datang bersama-sama untuk membuat kesemuanya.
Agung PW: Ada tidak ada kebudayaan asli di Singapura? Bagaimana Anda mendefinisikan kebudyaan asli dalam konteks warisan budaya Singapura?
Margaret Chan: Apakah asli? Kita tahu bahwa Hindu, Buddha, Islam telah datang ke Indonesia dan sangat mempengaruhi kebudayaan Indonesia, adakah leluhur Anda? Sebagai contoh, apakah ada esensi "Javanism", dan akankah ini dikatakan sebagai esensi "Indonesianism" karena Jawa adalah pusat pemerintahan? Orang-orang Bali, Sumatra dan lain-lain akan tidak setuju tentang hal itu. Saya pikir multikulturalisme adalah atribut utama untuk menjadi bangsa Singapura.
Agung PW. Anda mengajar ilmu sosial di Singapoure Management University. Masalah sosial apa yang muncutl di Singapura yang disebabkan penduduk muktikultural?
Margaret Chan: Keyakinan etnis dan religius dan sistem nilai sangat dipercaya dan dipergunakan sebagai simbol batas kelompok-kelompok "di dalam" dan "di luar" . Perbedaan terlalu sering mengakibatkan konflik. Di Singapura, realitas ini tidak diambil begitu saja. Kami memiliki undang-undang yang memastikan harmoni ras dan agama.
Agung PW: Mengapa Anda suka wayang beber? Dan apa yang paling menarik dari
wayang beber?
Margaret Chan: Wayang beber merupakan seni pertunjukan teater Indonesia tertua, walaupun tentu saja hal itu masih bisa diperdebatkan. Tapi tentu saja wayang beber seharusnya menjadi subyek studi yang serius karena kurang diteliti..
Agung PW: Anda sering mengunjungi Indonesia. Apa pendapat Anda tentang
budaya Indonesia dan penduduknya?
Margaret Chan: Saya merasa bahwa Indonesia seperti peti harta karun. Meneliti di Indonesia adalah seperti selalu mengungkap permata menarik.
Agung PW: Warisan budaya Indonesia apa yang paling Anda suka?
Margaret Chan: Saya adalah Peranakan, nenek moyang saya datang ke Asia Tenggara ratusan tahun yang lalu. Banyak tradisi-tradisi budaya yang dipraktikkan di keluarga saya memiliki akar Javanist, misalnya, kita menyebut bibi ’mbuk’. Dan di dapur kami terdapat lesung dan alu yang selalu disimpan bersama. Karena ibu saya mengatakan kepada saya bahwa jika memisahkan lesung dan alu, alu akan menangis mencari induknya. Jadi meneliti di Indonesia hampir merasa seperti pulang ke rumah untuk keluarga.
Agung PW: Bagaimana pemerintah Singapura untuk mengelola heritage saat ini? Apa
saran Anda untuk komunitas heritage Indonesia?
Margaret Chan: Singapura adalah pusat perkotaan. Sebagai simpul dalam sebuah jaringan, kami harus membawa Singapura menuju budaya metropolis, tradisi budaya dunia. Indonesia, di sisi lain adalah sebuah negara yang luas, setiap pulau, setiap daerah, setiap tempat dan ruang memiliki komunitas sendiri, masing-masing dengan tradisi-tradisi khusus mereka. Negara Anda adalah, seperti saya katakan, peti harta karun. Itu akan sangat sayang jika permata individu semuanya terbuang untuk sesuatu yang hambar (tak punya karakter) seperti budaya pop Barat.
------------------
Silahkan baca abtraksi dan tulisan Margaret Chan pada Url di bawah ini:
Capgomeh in Singkawang
Jailangkung
Dani Iswardana and Wayang Beber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar