Senin, 17 Oktober 2011

Anang Ardiansyah: Proses Kreatif dan Hak Cipta

Anang Ardiansyah



Kalau dari sisi ekonomi , pemerintah kita masih jauh perhatiannya terhadap para pencipta lagu. Seharusnya, menurut pendapat Anang Ardiansyah, pemerintah mengalokasikan  dana khusus untuk mensubsidi para seniman. Kalau yang aku rasakan selama ini itu semua hanya bersifat  insidentil.      






Bisa dikatakan lagu daerah berjudul Paris Parantai dari  Kalimantan Selatan (Kalsel) sangat  populer di Indonesia dan bersifat abadi seperti lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang Martohartono. Namun masih banyak orang tak tahu siapa penciptanya dan bagaimana proses kreatif pencptaan lagu Paris Parantai.

Anang Ardiansyah (73 tahun), seorang penyanyi dan pencipta lagu daerah Banjar (Kalsel) merupakan sosok yang berlatar belakang militer sekaligus seniman. Sosok yang unik dan jarang orang bisa menjalani dua profesi sekaligus. Di satu sisi militer membutuhkan  kehidupan yang disiplin di sisi lain seniman membutuhkan kebebasan berekspresi.

Lagu Paris Barantai diciptakan di Surabaya.  “Awalnya dari janji bertemu dengan seorang seniman perempuan yang menjabat sebagai polisi bernama Suparis. . Irama Paris Barantai sekarang berbeda dengan dulu karena Suparis menggunakan alat gendang seperti madihin. Kemudian aku memasukkan irama Latin, tapi persamaannya dari jenis nada,” ungkap Anang Ardiansyah.


Ia mendapatkan  nada dari  Suparis, kemudian  mengembangkan nada-nada lagu itu selama melakukan turba (program kinjungan ke masyarakat). Penyempurnaan lagu ini memakan waktu bertahun-tahun, terutama dalam perjalanan ke ke Kotabaru dan Tanah Bumbu   ketika melihat Gunung Sebatung. “Seperti kebanyakan pendapat orang nada Paris Berantai terpengaruh etnis Bugis, memang demikianlah adanya,” paparnya..

Uniknya, ia  menulis Paris Berantai sebelum mengenal Kotabaru. Lagunya dibikin dulu, baru  ia berkunjung  ke Kotabaru. Ia tahu Gunung Bamega itu dari Suparis. Lagu ini mengalami proses pengendapan memakan waktu tahunan. Setelah ia ketemu Suparis seorang pemain (penyanyi) gandut (seperti ledek ayau penari tayub  kalau di Jawa) dan istri seorang polisi di Batulaki.  

“Pengembangan dari Syair Suparis, iramanya aku yang menciptakan. Suparis menyampaikan syair dengan irama Japin. Batamu wan adinda, adinda iman di dada rasa malayang, aku menulis malam tadi bamimpi badatang, badatang rasa bapaluk lawan si ading. Dari nama Suparis itulah menginspirasi judul Paris, sedangkan Berantai itu karena Suparis memakai kain berantai-rantai. Paris Berantai merupakan pengembangan dari syair Suparis, iramanya dari aku. Awalnya hanya berirama seperti musik japin,” imbuhnya.

Batamu wan adinda, adinda iman di dada rasa melayang.
Saya: Malam tadi bamimpi badatang, badatang rasa bapaluk wan si ading”
Jika dilihat dari judul dan isi lagu nampaknya tidak ada kaitannya, hal ini barangkali karena di masa lalu terburu-buru membuat lagu. Memang agak janggal, membuat lagu tentang seorang perempuan pemain gandut bernama Suparis sementara isinya tentang Kotabaru.”

Anang Ardiansyah  tidak memiliki ritual khusus dalam mengarang lagu, ia menjaga benar supaya tidak terlalu dekat dengan ritual tertentu. Ia menjalani proses penciptaan lagu lewat pergulatan hidup dengan berbagai macam karakter orang.  Darahnya telah mengalir deras notasi-notasi lagu Banjar dan bersifat terbuka dengan hal-hal baru yang bisa membuatnya untuk berinovasi.

Anang Ardiansyah bersama musisi jazz Tamam Husein  kiri Anang A.)

“Kalimat “bamega ombak manampur di sala karang,” dariku. Awalnya aku mendengar cerita dari kawan-kawan tentang bagusnya Kotabaru, maka Sidin membayangkan seperti pantai di Balikpapan. Saya menggambarkan Kotabaru seperti Hongkong, bukan Nusakambangan.  Kalau kita ke Kotabaru, pertama kali yang  terlihat adalah mercusuar, kalau di ujung mercusuar kita melihat Gunung Sebatung. Dalam kotanya banyak gang. Aku pun tidur di sana untuk mendalami lagu ini. Sidin ini baisi insting. Kata “Anak Walanda” itu, dari Suparis,” jelasnya.

 Lagu Paris Berantai diciptakan sekitar tahun 1959 yang dibawakan pertama kali dibawakan oleh orkes Rindang Banua. Lagu itu diciptakan tidak lebih dari satu bulan yang diaransemen oleh Irama Daerah Modern (Orkes) Rindang Banua tahun 1960 yang direkam oleh studio Lokananta, Surabaya, bentuknya masih piringan hitam.
  
Lagu Paris Berantai diciptakan sekitar tahun 1959 yang dibawakan pertama kali dibawakan oleh orkes Rindang Banua. Lagu itu diciptakan tidak lebih dari satu bulan yang diaransemen oleh Irama Daerah Modern (Orkes) Rindang Banua tahun 1960 yang direkam oleh studio Lokananta, Surabaya, bentuknya masih piringan hitam.

Karya lagu

Anang Ardiansyah sudah menciptakan 115 buah lagu Banjar. Sebagian dari lagu tersebut sudah direkam dalam  tujuh album, dan sekitar 43 lagunya bisa dibilang populer. Pada 1960-an Paris Barantai direkam dalam piringan hitam oleh Orkes Melayu Rindang Banua dan Ampar-ampar Pisang oleh Orkes Melayu Taboneo. Kedua lagu itu populer dan terus diperdengarkan Radio Republik Indonesia (RRI) di seluruh Tanah Air. Sampai kini, belum ada lagu banjar sepopuler kedua lagu itu.
Pada era 1980-an banyak lagu yang direkam, baik berupa album sendiri maupun bersama lagu banjar ciptaan seniman lain. Lagu-lagu itu dikemas dalam alunan pop, latin, jazz, dan melayu. Karakter lagu dan lirik yang mudah dicerna dan memiliki pesan moral membuat lagu-lagu populer. 

’Lirik lagu-lagu Banjar yang  ia ciptakan  kebanyakan berasal dari lagu-lagu rakyat berupa pantun-pantun yang pada masa lalu berkembang di tepian sungai, pesisir, dan daratan. Jenisnya, ada lagu rantauan berupa lagu rakyat yang berkembang di tepian sungai dengan ciri beralun seperti gelombang sungai. Lengkingan suara yang diperdengarkan seperti meratapi nasib. Sedangkan lagu pandahan berupa lagu-lagu pada tari japin yang hidup di Banua Anam. Lagu-lagu ini dinyanyikan saat mairik banih (melepas bulir-bulir padi dari tangkainya dengan cara diinjak-injak). Terakhir pasisiran, yaitu lagu-lagu yang berkembang di daerah Kotabaru, biasanya dinyanyikan untuk mengiringi tarian Japin Sigam. Lagu banjar hampir 80 persen lagu melayu. Tetapi dalam perkembangannya, lagu ini tak lagi memiliki cengkok mengalun seperti lagu melayu. Irama lagu Banjar lebih tegas, mungkin karena 20 persennya mendapat pengaruh lain seperti Dayak, China, Arab, dan Jawa.

Orang yang menginspirasi Anang Ardiansyah dalam produktivitas proses penciptaan lagu-lagu Banjar adalah Nor Cahya, ibundanya tercinta. Dan juga beberapa orang lainnya seperti Addy Maswardi (tokoh adapt Banjar, almarhum), Ajimudin Rifani (penyair), Horman Helena (tokoh teater Kalsel, almarhum)


Hak Cipta
Bamyak seniman Indonesia yang enggan menghurus hak ciptanya. Memang secara kultural hak cipta berakar dari budaya individual Barat. Hal inilah yang mugkin membuat para seniman Indonesia yang terbiasa berakar  budaya komunal enggan mengurusnya. Lebih mencari makna nilai kemanusiaan daripada sisi komersialnya, yang selaras dengan karakter kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat komunal.

Yang menarik, sekarang beberapa stasiun tv swasta enggan menayangkan nama pencipta lagu, melainkan lagu ini dipopulerkan oleh bla..bla..bla. Benarkah apresiasi terhadap hak ekonomi pencipta lagu makin menurun dalam kultur industri musik Indonesia?  Terhadap persoalan itu, cukup menarik pendapat Anang Ardiansyah tentang hak cipta.

“Terus terang saja , aku sebenarnya tidak terlalu mempersoalkan hak cipta  lagu-lagu yang aku ciptakan . Dulu , puteraku (Riswan Itfani) pernah membicarakan soal hak cipta lagu , ketika Dia (Riswan) masih kuliah di Malang . Aku sesekali mampir  ke Malang untuk menengoknya  , tetapi kemudian aku putuskan untuk tidak melanjutkannya.  Karena semua dokumen , baik berbentuk script maupun rekaman asli lagu ciptaanku sudah sulit ditemukan. Sampai aku mengatakan kepada putera ku , biarlah Daerah Kalsel yang memiliki aku , dengan segala legendaku . Mudah-mudahan nantinya akan lebih bermanfaat bagi masyarakat,’ ungkap pengakuannya tentang apresiasinya terhadap hak cipta di Indonesia.   

   
Persoalannya sekarang, banyak pencipta lagu daerah yang belum tahu bagaimana cara mendapat hak cipta itu . Kadang mereka merasa takut, karena  tidak punya  uang , sebagai syarat yang diperlukan.   Kalau dari sisi ekonomi , pemerintah kita masih jauh perhatiannya terhadap para pencipta lagu. Seharusnya, menurut pendapat Anang Ardiansyah, pemerintah mengalokasikan  dana khusus untuk mensubsidi para seniman. Kalau yang aku rasakan selama ini itu semua hanya bersifat  insidentil.  
  

Generasi muda Kalsel
Menurut  Anang Ardianyah, animo generasi muda di Kalimantan Selatan cukup bagus . Ini dibuktikan dengan banyaknya lagu-lagu pop Banjar yang mereka ciptakan , dan sebagian besar disukai oleh genre saat ini.

“Walaupun, terus terang hanya ada beberapa lagu yang benar-benar memiliki nuansa banjar , baik dari lirik maupun iramanya . Aku tidak mau menghakimi  dan menyalahkan , karena proses kreatif memang berjalan sebagaimana apa adanya. Prinsipnya , jika mau belajar dan mendengar , ketajaman menangkap nuansa pasti dapat diperoleh. Asal mau, tapi maukah mereka belajar?” jawabnya yang menekankan pada pentingnya proses belajar.  

Ia yakin bahwa akan lahir anak-anak muda pencipta lagu Banjar. Tingga saat ini , pemerintah perlu mewadahinya dengan baik, jangan sampai tergerus oleh aliran pop yang saat ini sangat meracuni anak-anak. Misalnya dengan memasyarakatkan lagu-lagu Banjar melalui pertujukan di kampung-kampung, atau acara seremonial perkawinan dan melalui acara resmi . Dengan demikian, masyarakat Kalsel  tidak asing dengan lagu daerahnya sendiri.(apw)








1 komentar:

  1. Mas Agung..ada lagunya beliau gak?..kalo ada tolong di upload biar semua anak banjar bisa download..soalnya ini lagu udah langka..

    BalasHapus