Selasa, 31 Januari 2012

Enzim dan Gaya Hidup


Paradigma kehidupan sekarang adalah percepatan.  Teknologi informasi, otomotif, dan komunikasi mendidik tubuh kita untuk selalu bergerak cepat untuk meraih sesuatu. Percepatan tidak hanya membuat tubuh eksternal kita akrab dengan energi kinetik yang cepat, namun juga terhadap pola makan yang cepat.


Pola makan yang cepat berpengaruh pada internal tubuh kita, yaitu metabolisme tubuh. Metabolisme adalah perubahan kimia dan energi  di dalam tubuh. Metabolisme memerlukan keberadaan enzim, yang bertanggung jawab dalam kelancaran sistem percernaan, penyerapan, dan pengangkutan nutrisi untuk digunakan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Enzim merupakan biomolekul (protein) yang berfungsi sebagai katalis metabolisme. Sebab menurut pakar enzim, 80% dari energi kita diperlukan untuk melangsungkan proses pencernaan. Tubuh kita memerlukan enzim untuk terus bertahan hidup, melakukan aktivitas dan bertahan dari serangan penyakit

Percepatan itulah menggeser naturalitas kita. Lidah kita makin jauh dari rasa makanan yang alami. Kita sekarang sudah dikepung oleh makanan dan kudapan kemasan yang tak lepas dar zat aditif.  Coba saja, masuk supermarket atau mall, jika anda beli makanan/kudapan kemasan,  baca aja di ingredients (komposisi), pasti banyak zat aditif sintentiknya – zat pengawet, zat pewarna, zat pemanis, zat penyedap rasa (monosidum glutamate). Zat aditif sintentik makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain. Untuk zat-zat aditif sintetik,  aturan penggunaannya   telah ditetapkan oleh Acceptable Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi kesehatan.  


Salah satu kebiasaan kita, yaitu mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) adalah kebiasaan yang membuat tubuh kita kekurangan enzim. Menurut situs berita Health Days News di Amrik pada 2011 sudah terdapat 57.000 orang meninggal akibat kanker usus besar, dan sebagian besar 97% penderitanya mereka yang berusia 40 tahun ke atas. Mengapa? Karena hampir semua makanan cepat saji selalu dimasak dan diproses dalam waktu lama, sehingga enzim yang terkandung di dalamnya menjadi rusak.  Apakah di Indonesia punya data statistik orang yang meninggal akibat  mengkonsumsi fast food? Saya tidak tahu. Silahkan tanya ke Depkes RI.
[waduh isin aku rek, iki duduk konsultasi kesehatan, lek gak seneng ojo diwoco yo]

Lihat tayangan Mcdonalds Horror di link youtube ini:



Anehnya gaya hidup makan di McDonald dan KFC makin membuat gengsi kita naik. Aneh, masyarakat kita makin berpendidikan, makin susah merubah pola makan dan gaya hidup. Seakan tidak ada output dari pendidikan yang telah diperolehnya. Jadi pola makan = gaya hidup = efek percepatan = kurang enzim. (apw)

-----
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar