Kamis, 15 November 2012

Dul Muluk Didaftarkan ke UNESCO



Dul Muluk, teater tradisional yang berkembang    di Sumatra Selatan (Sumsel), telah didaftarkan ke UNESCO oleh Pemrov Sumatra Selatan pada November 2012   sebagai salah satu kekayaan seni tradsi Sumatra Selatan.  Langkah Pemrov Sumsel  dengan mendaftarkan  Dul Muluk  ke UNESCO merupakan langkah yang bagus untuk pelestarian warisan  budaya kawasan Sumatra Selatan.  Paling tidak, ini merupakan awal Pemrov Sumsesl untuk mengadakan pencatataan terhadap ragam kekayaan warisan budaya Sumsel lainnya, 


Memang sudah sepantasnya didaftarkan ke UNESCO. Karena menurut  Ketua Seksi Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Sumatera Selatan, Dadang Irawan, yang dilansir  kompas.com  (1/6/2012), seni pertunjukan tradisional khas Palembang , Dul Muluk,  terancam punah akibat jarang tampil dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Sebenarnya apa yang dialami Dul Muluk – masyarakat pendukung kesenian ini makin berkurang, juga terjadi pada seni tradisi Ludruk, Ketoprak, Wayang Wong, dan Lenong.

Bentuk pementasan teater ini  ada lakon, syair, lagu-lagu Melayu, dan lawakan yang disebut khadam. Sebagaimana teater tradisi, karakter pertunjukan Dul Muluk bersifat spontan dan menghibur, dengan menggunakan bahasa Palembang atau Melayu – mirip kesenian Lenong (Betawi) atau Ludruk (Jawa Timur).
Dul Muluk atau lebih lengkapnya Teater Abdul Muluk,  menurut sejarahnya dibawa oleh seorang pedagang keturun Arab yang bernama Wan Bakar, yang datang ke Palembang pada awal abad 20. Wan Bakar membacakan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah dari negeri Berbari – di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Berawal dari pembacaan kisah Abdul Muluk, Wan Bakar kemudian banyak mendapatkan undangan untuk acara-acara pernikahan, syukuran dan khitanan.

Awalnya, bentuk pentas seperti monolog atau mendongeng, di mana Wan Bakar memerankan beberapa tokoh dalam kisah itu. Kemudian ia menambahkan pemain-pemain sesuai kebutuhan peran dan sering dipentaskan di ruang-ruang publik.  Menariknya, ternyata buku syair Abdul Muluk merupakan karangan seorang perempuan bernama Saleha.

Semoga provinsi-provinsi  lainnya mengikuti jejak Pemrov Sumsel untuk mendaftarkan warisan budayanya ke UNESCO! (berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar