Senin, 17 Desember 2012

Sebaiknya Nasi Tumpeng Diajukan sebagai Intangible World Heritage

Sebaiknya nasi tumpeng tidak hanya berhenti sebagai ikon kuliner tradisional Indonesia saja, melainkan juga ditindaklanjuti untuk diajukan sebagai Warisan Budaya Dunia Nonbenda (Intangible World Heritage) ke UNESCO, seperti yang terjadi pada The Gastronomic Meal of the French.
Nasi Tumpeng
 Siapa tak mengenal nasi tumpeng, hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal nasi tumpeng. Ingat nasi tumpeng, tentu ingat acara kenduri, selamatan, atau perayaan  syukuran. Jenis kuliner tradisional Indonesia ini begitu populer bagi masyarakat Indonesia. Terutama di malam 17 Agustus, sebelum memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia mengadakan kenduri, dan tentu menghadirkan nasi tumpeng dalam acara kenduri tersebut. Nasi tumpeng juga sering dihadirkan dalam tata hidangan acara selamatan yang diadakan oleh komunitas dan masyarakat Indonesia.

Kini nasi tumpeng telah dinyatakan sebagai ikon kuliner tradisional Indonesia pada 14 Desember 2012.


The Gastronomic Meal of The French
Seperti yang dilansir republika.co.id, menurut  Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu, penentuan ikon kuliner ini dilakukan melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan pemangku kepentingan. Dasar pertimbangannya adalah (1) mempunyai dasar filosofi Indonesia yang kuat serta mempresentasikan budaya makan orang Indonesia; (2) , memiliki visualisasi yang atraktif baik dari segi tampilan maupun rasa; (3) mudah dibuat di luar negeri dan dapat dijadikan sebagai menu wajib restoran Indonesia di luar negeri; (4) memiliki kelebihan mudah membangun cerita (hype) tentang nasi tumpeng, dan ragam lauk mudah dikombinasikan dengan ikon kuliner lainnya; dan (5) bahan baku mudah diperoleh baik di dalam maupun luar negeri, dikenal masyarakat luas secara nasional (populer), dan ada pelaku secara profesional. Tujuan dari penetapan nasi tumpeng sebagai ikon kuliner tradisional Indonesia adalah agar kuliner Indonesia dikenal dan  memperoleh pengakuan, serta mampu bersaing di tingkat internasional.

Tradisi nasi tumpeng mirip dengan The Gastronomic Meal of the French, yaitu praktek sosial adat untuk merayakan momen-momen penting dalam kehidupan individu dan kelompok, seperti kelahiran, pernikahan, ulang tahun, peringatan, perayaan prestasi, dan reuni.  Suatu perayaan makan bersama untuk menikmati seni makan dan minum yang baik. Makanan gastronomi menekankan pada nilai kebersamaan, menikmati rasa, dan nilai keharmonisan manusia dan produk-produk alami.  Kemiripan tradisi nasi tumpeng dengan the Gastronomic Meal of French terletak pada nilai kebersamaannya.  Dan  the Gastronomic Meal of French ini telah dinyatakan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Nonbenda (Intangible World Heritage) pada 16 November 2010. Sebelumnya, Perancis pernah mengajukan ‘The gastronomic meal of the French’  ke UNESCO untuk bisa masuk dalam List of Intangible World Heritage pada 2008, tapi ditolak oleh UNESCO. Begitu juga kuliner tradisional Meksiko. Karena sebelum 2010 UNESCO belum memasukkan kategori tradisi kuliner  dalam  List of Intangible World Heritge.

Tidak hanya nasi tumpeng, juga ada penentuan 29 ikon kuliner tradisional Indonesia lainnya. Proses penentuan 30 ikon kuliner Indonesia ini merupakan langkah awal yang baik untuk mendaftar kekayaan budaya kuliner tradisional Indonesia yang diwariskan secara turun temurun sampai keberadaannya yang terkini. Dan, sebaiknya nasi tumpeng tidak hanya berhenti sebagai ikon kuliner tradisional Indonesia saja, melainkan juga ditindaklanjuti untuk diajukan sebagai Warisan Budaya Dunia Nonbenda (Intangible World Heritage) ke UNESCO, seperti yang terjadi pada The Gastronomic Meal of the French.


Adapun  30 ikon kuliner tradisional yang terplih adalah  nasi tumpeng, ayam panggang bumbu rujak yogyakarta, gado-gado jakarta, nasi goreng kampung, serabi bandung, sarikayo minangkabau, es dawet ayu banjarnegara, urap sayuran yogyakarta, sayur nangka kapau, lunpia semarang, nagasari yogyakarta, kue lumpur jakarta, soto ayam lamongan, rawon surabaya, asinan jakarta, sate ayam madura, sate maranggi purwakarta, klappertaart manado, tahu telur surabaya, sate lilit bali, rendang padang, orak-arik buncis solo, pindang patin palembang, nasi liwet solo, es bir pletok jakarta, kolak pisang ubi bandung, ayam goreng lengkuas bandung, laksa bogor, kunyit asam solo, dan asam padeh tongkol padang.

Tradisi nasi tumpeng

Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut; karena itu disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, naming kadang juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk.  Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). 

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya.  Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan. (berbagai sumber/apw)
-------
Sumber:
Foto nasi tumpeng: www.pondokindonesia.com
Foto the Gastronomic of French: www.unesco.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar