Kamis, 19 Mei 2011

Privatisasi Air, Heritage dan It's a Beautiful Day

image by dopo jeihan

Dalam satu hari perusahan air di Indonesia menyedot 2.592 m3 (kubik) atau 2.592.000 liter per hari. Menurut data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan hingga Oktober 2010, pada tahun 2010. tercatat produk air minum yang memiliki izin edar sebanyak 1.573 merek,” ungkap M. Islah, Manager Kampanye Air dan Pangan Eksekutif Nasional Walhi.


Bayangkan berapa milyar air yang disedot oleh perusahaan air tiap harinya yang diperlukan untuk memenihi kebutuhan air minum bangsa Indonesia.  Belum ditambah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk minum tiap manusia membutuhkan 2,5-3 liter, memasak 3-6 liter dan kesehatan 5 – 10 liter. Jumlah air dalam tubuh orang dewasa, pada otak terdapat kandungan air 75%, tulang 35% dan darah 83%.

Air begitu dominan dalam kehidupan manusia. Air adalah sumber kehidupan. Oleh karena itu, pada tahun 2002 UNESCO telah menetapkan hak dasar manusia atas air sebesar 60 liter.  Namun di sisi lain PBB menegaskan bahwa ‘water is human need, not human right’. Artinya, air untuk kepentingan nilai  ekonomi atau komersial lebih utama daripada air sebagai nilai kultural dan sosial.

Air dan heritage
Sumber mata air selalu dekat dengan situs-situs cagar budaya tentu tidak aman. Masih banyak masyarakat di desa-desa Indonesia yang punya tradisi ritual di sendang-sendang dan sungai akan kehilangan tradisinya di masa depan. Padahal masyarakat Indonesia sangat dekat dengan kebudayaan air. Yang menjadi pertanyaan, seberapa jauhkah, masyarakat desa sekarang menghargai air sebagai nilai kultural dan sosial?  Kalau mereka lebih mementingkan nilai ekonomi, mereka cenderung lebih mudah menjual sumber mata air kepada perusahaan air swasta di saat ekonomi riil Indonesia begitu sulit saat ini.

Pemerintah Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya pun tak bisa menghindari rezim ekonomi global  yang dikendalikan oleh WTO, IMF dan Bank Dunia jika melakukan kebijkan proteksi terhadap sumber mata air untuk kepentingan  masa depan Pusaka Indonesia (Indonesian Heritage).

Sebagai bukti terjadi Perang Air di Bolivia pada 1991 dimana semua sumber mata air dikuasi oleh perusahaan air swasta. Air yang pada dasarnya diberikan secara gratis oleh alam kepada manusia, menjadi suatu domain yang penuh konflik ketika sumber mata air diprivatisasi.  Konflik antarpetani di Jawa berebut air untuk pengarian sawah makin meningkat. Tidak adanya batasan pembangunan hotel di Bali juga membuat Bali mulai krisi air. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta, Jakarta mengambil air dari Bogor dan Sukabumi. Menurut beberapa catatan para ahli, Jawa dan Bali akan mengalami krisi air pada 2015 dan puncak krisis air dunia pada 2050.
 
Apakah Indonesia akan mengalami hal seperti di Bolivia. Semoga tidak tidak terjadi!

Dari kegelisahan saya (Agung Priyo Wibowo) , Dani Iswardana (pelukis wayang beber), dan sutradara film dokumenter Tonny Trimarsanto sejak empat tahun lalu tentang masa depan air untuk menjadi film dokumenter. Akhirnya Tonny Trimarsanto baru  menyelesaikan film kegelisahan kami bersama pada 2011 ini dan ia memberi  judul ‘It's a Beautiful Day’ ( Silahkan lihat di: http://sulukbanyudocumentary.blogspot.com ). 

Bagi saya ‘It's a Beautiful Day’ untuk merayakan ‘Perang Air Abad 21’, setelah melewati ‘Perang Minyak Abad 20’. Air dan Wayang Beber adalah kekayaan Pusaka Indonesia dan dunia. (apw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar