Jumat, 14 Desember 2012

UNESCO: Noken Resmi Menjadi Warisan Budaya Dunia Nonbenda

Dahulu, dalam kehidupan tradisi Papua, noken melambangkan kedewasaan seorang perempuan. Jika seorang perempuan Papua belum bisa membuat noken, ia belum bisa dianggap dewasa dan belum memenuhi syarat untuk menikah.


Papua dengan keindahan dan kekayaan alamnya serta keragamaan etnis dan  bahasanya, menyimpan potensi nilai-nilai kearifan lokal dari kehidupan tradisinya. Salah satunya adalah noken. Noken adalah tas yang terbuat dari serat kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan. Noken bukan hanya sekerdar tas atau benda mati, di balik noken tersimpan nilai-nilai kehidupan dari tradisi masyarakat Papua. Seperti yang ditulis Titus Pekei dalam bukunya Cermin Noken Papua, noken dipercaya punya nilai-nilai kehidupan bagi masyarakat Papua.

Oleh karena itu pada tahun 2012 ini masyarakat Papua boleh merasa berbagga dan berbahagia bahwa UNESCO telah menyatakan Noken telah resmi menjadi Warisan Budaya Dunia Nonbenda (intangible heritage) pada 4 Desember 2012. Dengan demkiian masyarakat dunia akan tahu dan mengenal noken lebih dekat, tidak hanya menyikapi noken sebagai benda semata, melainkan juga secara implisit belajar memahami nilai-nilai yang hidup di balik noken.  Nilai-nilai itu lahir dari kearifan lokal masyrakat Papua yang telah lama berinteraksi dan berproses  dengan alam sekitarnya.  Berangkat dari dari memahami karakter alam, lalu mengenali  karakter pohon dan serat kayunya. Mereka digerakkan dengan intuisi dan pemahaman terhadap tanda-tanda alam.



Nila tradisi dan fungsi
Menariknya, noken merupakan kreativitas kaum perempuan Papua.  Dahulu, dalam kehidupan tradisi Papua, noken melambangkan kedewasaan seorang perempuan. Jika seorang perempuan Papua belum bisa membuat noken, ia belum bisa dianggap dewasa dan belum memenuhi syarat untuk menikah. Hanya kaum perempuan Papua yang boleh membuat noken. Selain itu, noken juga melambangkan kehidupan yang  baik, perdamaian dan kesuburan masyarakat Papua, terutama di daerah Pegunungan Puncak, seperti suku Yali, Dani Samal, Damal, Lani dan Bauzi.

Secara fungsional, noken yang besar digunakan untuk mengangkut hasil bumi oleh para ibu-ibu yang bekerja di ladang, barang belanjaan dan lain-lain. Sedangkan noken yang berukuran kecil oleh anak-anak Papua digunakan sebagai tempat  buku dan peralatan belajar ke sekolah. Yang menarik adalah cara pemakaiannya, bagian tali noken diletakan di jidat/bagian depan kepala dan dikalungkan ke belakang punggung.

Seiring dengan perkembangan zaman, kini noken banyak yang dibuat dari benang nilon dan sudah banyak perempuan Papua sekarang yang sudah tak bisa membuat noken.  Mungkin juga pembuatan nokenberbahan serat kayu  cukup rumit. Serat kayu dikeringkan, lalu dipintal menjadi benang, sedangkan warna pada token dibuat dari bahan alami. Membutuhkan 1-2 minggu untuk proses penyelesaian untuk noken berukuran besar.  Di daerah Sauwadarek, Papua, masih terdapat proses pembuatan noken secara alami.

Yang paling signifikan adalah bagaimaa noken di masa depan bisa meningkatkan kehidupan masyarakat ekonomi kreatif Papua setelah noken ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Nonbenda oleh UNESCO. Tentu, ini tidak mudah. Diperlukan perencanaan dan  pelatihan-pelatihan keterampilan, marketing dan penjualan bagi pelaku-pelaku di Papua yang menjual produk kerajinan. Dengan demikian, nilai-nilai kehidupan dari noken bisa bertransformasi dalam realitas kehidupan. Heritage bukan hanya demi masa lalu, melainkan juga untuk masa kini dan masa depan. (berbagai sumber)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar